Dragonica Emoticon Happy Tongue emaja dan globalisasi ~ Artikel Remaja

Rabu, 12 Juni 2013

emaja dan globalisasi

Budaya dalam eksistensi remaja ditengah-tengah globalisasi


Pemandangan yang sangat menakjubkan dalam kehidupan remaja saat ini adalah teknologi, dengan teknologi apapun terasa lebih mudah. Bahkan dari hal yang rumit hingga hal yang ringan pun terasa dapat teratasi dengan cepat. Memang betul, kita sebagai masyarakat dunia yang sedang hidup ditengah-tengah modernisasi globalisasi tak pantas rasanya jika ketinggalah dengan teknologi. Tapi pada kenyataannya saat ini, teknologi itu malahan disalah gunakan oleh para remaja, seperti internet, yang seharusnya menjadi media akses untuk lebih mendalami ilmu pengetahuan dan informasi malahan mereka gunakan untuk mengakses video blue film atau foto-foto yang tak senonoh. Ini menjadi suatu fenomena yang sudah biasa dikalangan remaja, walaupun hanya sebagian kecil saja yang masih menyadari bahwa itu tidaklah benar.

Jika kita kaitkan dengan budaya, sangat banyak hal yang dapat kita cermati dan bahas dari permasalahan tersebut. Teknologi dan globalisasilah yang menjadi factor utama bergesernya kesadaran remaja khususnya di denpasar dalam melestarikan budaya bali. Semakin cepatnya akses informasi yang tidak tersaring oleh nilai-nilai pancasila sebagai dasar Negara meyebabkan informasi itu begitu saja masuk dan menarik perhatian kalangan remaja kita. Pergeseran budaya ini tambah menjadi-jadi, seiring dengan pembangunan fasilitas modern dimasyarakat, yang menyebabkan remaja semakin melupakan dan meninggalkan budaya mereka. Tidaklah anda lihat, pakaian ber-merk, tempat dan barang elite dan mewah, dan peralatan canggih. Semua itu seakan adalah kebutuhan pokok bagi remaja masa kini.
Gaya hidup konsumerisme, tidak lepas dari pergaulan remaja yang menjadikan uang memperalat mereka. Semua itu membuat mereka lupa akan apa yang menjadi tanggung jawab mereka, mereka lupa akan apa yang harus mereka jaga, bahkan ada yang merendahkan budayanya sendiri. Seperti contoh, daripada remaja di denpasar mendengarkan lagu-lagu bali atau belajar memainkan gambelan, mereka lebih memilih mendengarkan lagu-lagu barat dan belajar bermain gitar atau keyboard. Menurut pandangan mereka hal itu lebih keren dan menarik untuk dipelajari. Memang benar hal tersebut sangat menarik, tapi setidaknya dalam menjadi seorang remaja bali, mereka harus merasa bahwa mereka memiliki kewajiban untuk melestarikan hal tersebut.
Banyak fenomena yang semakin menjadi-jadi dikalangan remaja saat ini, mungkin bagi orang-orang yang tidak pernah mencermatinya, mereka akan berfikir bahwa remaja sekarang adalah remaja yang cerdas karena dekat dengan teknologi. Tapi pada kenyataannya, sebagian besar dari mereka adalah orang-orang dengan iman rendah dan merendehkan budayanya sendiri, seperti mereka melakukan prostitusi, freesex, drugs, dan menganggap bahwa budaya adalah hal yang kuno, bahkan ada dari mereka yang mengatakan budaya bali seperti bahasa bali itu membosankan dan tidak menarik. Kebanyakan, nilai bahasa inggris atau bahasa jepang mereka lebih tinggi dari nilai bahasa bali mereka. Ini adalah parameter yang dapat menyimpulkan bahwa mereka lebih menggemari budaya luar dibandingkan budaya mereka sendiri.
Sebagai seorang remaja hendaknya kita sadar akan jati diri kita sebagai generasi penerus yang wajib melestarikan budaya local daerah kita, maka dari itu dengan semakin berkembangnya globalisasi ini, kita manfaatkan hal tersebut sebagai pendukung dalam melestarikan dan memperkenalkan budaya kita kepada dunia.

0 komentar:

Posting Komentar